Sabtu, 16 Oktober 2010

Nasib petani


Kasian juga ya melihat nasib para petani kita, terutama saya yang emang gaul sehari hari nya ma mereka, soal nya kandang peternakan ayam saya ada di desa, pegawai yang kerja pun semua orang desa, meski dalam kehidupan sehari hari mereka selalu bersyukur, namun jika diajak bicara soal harga hasil tani dan sapi, mereka pasti mengeluh.

Soal harga hasil pertanian misal nya, mayoritas petani selalu pasrah sama harga yang di tawarkan tengkulak, ketika menentukan mau nanam apa di sawah pun mereka hanya sekedar menanam atau cuma ikut ikutan, mereka tidak punya konsep atau informasi tentang harga.

Seperti "gambling", ketika harga penen nya tiba tiba mahal, mereka pasti bersyukur, dan ketika harga jatuh, mereka cuma bisa nahan nafas saja.

Maka tak heran kalau nasib petani dari dulu ya gini gini aja, hanya petani modern, saudagar tanah dan tengkulak yang saya amati mempunyai taraf hidup yang lebih mapan.

Pemerintah desa yang merupakan kekuasaan desa terdekat bagi para petani, cenderung diam karena aparat desa yang pada dasar nya bodoh dan ngga punya konsep untuk mengatasi masalah ini.

Petugas PPL yang ada pun jarang turun ke lapangan memberikan penyuluhan, mungkin buat mereka lebih enak duduk di kantor saja, atau mereka terpaksa turun ke lapangan ketika ada kunjungan pejabat saja.

Bayangkan saja, hanya untuk membeli sepeda motor saja mereka masih harus menjual ternak, yang kalau di hitung rugi nya se abrek.

Ada cerita tetangga saya, baru baru ini dia beli sepeda motor keluaran terbaru, menurut kabar yg beredar, itu hasil dari jual sapi yang dua tahun lalu ia beli seharga Rp. 7.400.000, nah stlh dua tahun ia jula lagi seharga Rp. 7.000.000, berarti kan dia rugi Rp.400.000. belum lagi kalau dihitung dengan setian hari dia nyari rumput selama dua tahun tsb, kalau dibuat hitungan matematis, harga rumput di pasaran sekitar Rp.8.000 / ikat cukup untuk satu hari, jadi kalau dihitung 2 thn, kerugian nya adalah Rp. 5.760.000.

Padahal bagi petani, sapi adalah tabungan mereka, biasanya, untuk biaya makan dan keperluan sehari hari, mereka ngambil dari hasil panen, dan untuk biaya sekolah atau membeli sesuatu, mereka dapet dari hasil ternak.

Nah, kalau keadaan nya masih terus begini, saya yakin banyak peternak yang akan enggan untuk beternak lagi, dan terget swa sembada daging yang di canangkan pemerintah malah ngga tercapai.

Untuk itu, perlu langkah bijak dari pemerintah mengenai nasib para petani, jangan kaum petani hanya dideketi ketika hanya menjelang pemilu dan lupa setelah dia terpilih, mereka bukan kendaraan politik pencinta kekuasaan saja.
mereka adalah umat manusia yang butuh di lindungi dan diperhatikan.
mereka juga punya anak istri.

mereka punya keluarga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar